Breaking News
Loading...
Minggu, 02 Juni 2013

LAPORAN PENDAHULUAN
ATRESIA ANI


A.    Pengertian
1.    Atresia ani adalah kelainan urogenital yang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan fusi dan pembentukan anus dari benjolan embriogenik.
    ( Mansjoer,Arif ; 2000 ).
2.    Atresia ani adalah tidak komplit perkembangan embriotik pada distal usus atau tertutupnya anus secara abnormal. ( Suriadi ; 2001 )
3.    Atresia ani adalah malformasi kongenital dimana rektum tidak mempunyai lubang keluar. ( Wong, Donnal ; 2003 )
4.    Atresia ani adalah kelaianan kongenital yang disebabkan oleh adanya kegagalan kompleks pertumbuhan septum urorektal struktur mesiodrm dan urinarius bagian bawah.( A.H. Markum ; 1996 )
5.    Ateria Ani adalah suatu penyakit kelainan-kelainan atau anomali-anomali kongenital pada anus dan rektal.( Behrman ; 1999 )
6.    Anus Imperforata ( Atresia anal ) merupakan suatu kelainan malformasi kongenital dimana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau dengan kata lain tidak ada lubang secara tetap pada daerah anus.( Hidayat.A. Aziz Alimul ; 2006 )
7.    Atresia Ani adalah  Suatu keadaan dimana lubang anus tidak terbentuk.
     ( www.medicastore.com )

B.    Etiologi
    Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan karena:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir  tanpa  lubang dubur
    2. Gangguan organogenesis dalam kandungan
    3. Berkaitan dengan sindrom down
    4. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
    5. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus,     rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat     sampai keenam usia kehamilan.
        Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan embrional dan     fetal yang dipengaruhi berbagai faktor seperti : faktor genetik, faktor kromosom,     faktor mekanis, faktor hormonal, faktor obat, faktor radiasi, faktor gizi dan     gangguan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik.Pada kelainan bawaan     anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter dan otot-otot dasar     panggul.     Namun demikian, pada agenesis anus,sfingter intern mungkin tidak memadai.     Kelainan bawaan rektum dan sinus urorektal ysehingga biasanya disertai     gangguan     perkembangan septum urorektal yang memisahkan.
        Penyebab atresia ani adalah gangguan perkembangan struktur anorektal pada     waktu pembentukan organ selama masa kehamilan, gangguan fusi dan     pembentukan anus dari tonjolan embrionik. ( Mansjoer ; 2000 )
        Kelaianan bawaan rektum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi     rektum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai gangguan perkembangan     septum urorektal yang memisahkan. ( Sjamsuhidayat, 1997, A.H. Markum, 1996 )

C.     Manifestasi Klinis
        Menurut Ngastiyah ( 2005 ) gejala yang menunjukan terjadinya atresia ani     atau anus imperforata terjadi dalam waktu 24-48 jam. Gejala itu dapat     berupa:
    1. Perut kembung
    2. Muntah
    3. Tidak bisa buang air besar
    4. Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak serta terbalik dapat dilihat         sampai  dimana terdapat penyumbatan.
    5. Tidak dapat atau mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium (mengeluarkan         tinja yang menyerupai pita).
    6. Perut membuncit.
    Menurut Suriadi ( 2001 ) gejala atresia ani :
1.    Kegagalan lewatnya ekonium saat atau setelah lahir.
2.    tidak ada atau stenosis  kanal rektal.
3.    Adanya membran anal.

D.    Patofisiologi
Anus dan rektum berasal dari struktur embriologi yang disebut kloaka. Pertumbuhan ke dalam sebelah lateral bangunan ini membentuk septum urorektum yang memisahkan rektum di sebelah dorsal dari saluran kencing di sebelah ventral. Kedua sistem (rektum dan saluran kencing) menjadi terpisah sempurna pada umur kehamilan minggu ke-7. Pada saat yang sama, bagian urogenital yang berasal dari kloaka sudah mempunyai lubang eksterna, sedangkan bagian anus tertutup oleh membran yang baru terbuka pada kehamilan minggu
ke-8. Kelainan dalam perkembangan proses-proses ini pada berbagai stase menimbulkan suatu spektrum anomali, kebanyakan membran saluran usus bawah dan bangunan genitourinaria. Hubungan yang menetap antara bagian bawah dan bagian rektum kloaka menimbulkan fistula. ( Behram ; 2000 ).





F.    Komplikasi
1.     Atresia ani tipe rendah
Karena pengelolaan atresia ani tipe rendah tidak begitu kompleks. Adapun komplikasi yang mungkin muncul pada pengelolaan atresia ani tipe rendah :
a.    Pembentukan abses.
b.    Striktur anal.
2.     Atresia ani tipe tinggi
a.     Striktur anal
Dapat berkembang anoplasti/rektoplasti anus yang baru harus dilatasi secara teratur  selama beberapa bulan.
b.     Pengelupasan rektum
      Hal ini terjadi akibat ischemia.
c.     Komplikasi dari colostomy
     Prolaps kolon / obstruksi intestinal.
d.    Komplikasi urinarius
 Inkontinensia dari infeksi traktus urinarius.
Komplikasi yang sering muncul antara lain :
1.    Asidosis hiperkloremia
2.    Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
3.    Kerusakan uretra ( akibat prosedur bedah )
4.    Komplikasi yang panjang ;
a.    Eversi mukosa anal.
b.    Stenosis ( akibat kontraksi jarina perut akibat anastomosis )
c.    Impasi dan konstipasi.
d.    Masalah aau elambatan yang berhubungan dwengan toilet training
e.    Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi
f.    Prolaps mukosa anorektal ( menyebabkan inkontinensia dan rembes dan pesisten ).
g.    Fistula kambuhan ( karena tegangan di area pembedahsn dan infeksi )





G.    Klasifikasi
    Atresia ani dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe : :
1.     TIPE PERTAMA (1): Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami     stenosis dalam berbagai derajat.
2.     TIPE KEDUA (2): Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena     menetapnya membran anus.
3.     TIPE KETIGA (3): Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu     suatu
    kantung yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus yang     seharusnya terbentuk ( lekukan anus ).
4.     TIPE KEEMPAT (4): Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk     suatu kantung buntu yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung rektum     yang berakhir     sebagai kantung buntu.
5.     Kelainan yang berdasarkan hubungan antara bagian terbawah rektum yang     normal dengan otot puborektalis yang memiliki fungsi sangat penting dalam     proses defekasi, dikenal sebagai klasifikasi melboume.
6.     Kelainan letak rendah Rektum telah menembus "lebator sling" sehingga     sfingter ani internal dalam keadaan utuh dan dapat berfungsi normal
    contohnya berupa stenosis anus ( tertutupnya anus oleh suatu membran tipis     yang seringkali disertai fistula anokutaneus dan anus ektopikyang selalu     terletak dianterior lokasi anus yang normal ).
7.     Rektum berupa kelainan letak tengah
    Di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim terdapat lekukan anus ( anal     dimple ) yang cukup dalam. Namun, pada kelainan yang jarang ditemukan ini     sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu     dengan uretra pars bulbaris.
8.     Kelainan letak tinggi
    Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki, sebaliknya kelinan     letak rendah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada perempuan dapat     ditemukan fistula dan kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula rektovagina.     Sedangkanpada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula     ektourinaria dan fistula rekto perineum..
    Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah     trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika mekonoium jika brukuran     sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan mekonium dalam rektum     yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi kelainan     bentuk anorektum disertai fistula.
9.     Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi
10.    Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital.
    (www.google.com)

Klasifikasi atresia ani :
1.     Atresia ani tipe rendah.
Suatu kedaan dimana usus bagian dorsal melewati musculus levator ani, dengan terdapat sfingter ani internus dan eksternus yang berkembang baik dan fungsi     normal.
2.     Atresia ani tipe tinggi.
Suatu keadaan dimana usus berakhir di sebelah proksimal musculus puborektalis tanpa sfingter ani internus tidak berhasil dalam menahan defikasi rektum.

H.    Pemeriksaan Penunjang
    Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan atresia ani menurut Syamsuhidayat (1997)   :
1.    Pemeriksaan radiologi invertogram
Yaitu tehnik pengembalian foto untuk menilai jarak pungtum distal rektum terhadap mara anus di kulit peritonium.
Pada tehnik ini, bayi diletakkan terbalik (kepala di bawah ) atau tiduer dengan sinar horisontal diarahkan ke tronchanter mayor sehingga dapat dilihat sampai dimana terdapat penyumbatan. Foto ini dilakukan setelah bayi berumur lebih dari 24 jam, karena pada usia tersebut dalam keadaan normal seluruh traktus digestivus sudah berisi udara ( bayi dibalik selama 5 menit ). Invertogram ini dilakukan pada bayi tanpa fistula.

2.    Pemeriksaan urine.
Pemeriksaan urine perlu dilakukan untuk mengetahui apakah mekonium di dalamnya sehingga fistula dapat diketahui lebih dini.

I.    Penatalaksanaan
    Pada kasus atresia ani atau anus imperforata ini pengobatannya dilakukan dengan jalan operasi. Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut.
7
Penanganan secara preventif antara lain:
1.    Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-    hatiterhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat     menyebabkan atresi ani.
2.    Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika     sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat     berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
3.    Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari     konstipasi.

Rehabilitasi dan pengobatan :
1.     Melakukan pemeriksaan colok dubur
2.     Melakukan pemeriksaan radiologik
    pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung     rectum yang buntu setelah berumur 24 jam, bayi harus diletakkan dalam     keadaan posisi terbalik selama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan     sedikit ekstensi lalu dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral     setelah petanda diletakkan pada daerah lakukan anus.
3.     Melakukan tindakan kolostomi neonatus tindakan ini harus segera diambil jika     tidak ada evakuasi mekonium.
4.     Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter     uretra, dilatasi hegar, atau spekulum hidung berukuran kecil selanjutnya orang     tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yang
    dilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi     mencapai keadaan normal.

5.     Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan     dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
6.    Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui     anoproktoplasti pada masa neonatus
7.     Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain: operasi abdominoperineum     pada usia ( 1 tahun ) operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia ( 8-12     bulan ) pendekatan sakrum setelah bayi berumur ( 6-9 bulan )
8.     Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan     dengan operasi "abdominal pull-through".

Manfaat kolostomi adalah antara lain:
1.    Mengatasi obstruksi usus
2.    Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan     operasi yang bersih
3.    Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap     dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan     kelainan bawaan yang lain.

Penatalaksanaan menurut Markum (1996) dan Syamsuhidayat (1997) :
1.     Atresia ani tipe rendah
    Indikasi    : jika dalam pemeriksaan masih dijumpai sfingter ani internus               dan eksternus serta usus bagian dorsal masih melewati                   musculus  levator ani.
    Pengelolaan    : pengelolaan atresia ani tipe rendah yang dapat merupakan                   stenosis anus hanya membutuhkan dilatasi membran anus                  yang tipis, mudah dibuka segera setelah lahir.
2.    Atresia ani tipe tinggi
    Indikasi    : jika pada pemeriksaan tidak dijumpai sfingter ani internus dan               usus berakhir di  sebelah proksimal musculus puborektalis.
    Pengelolaan     :
    a. Tahap pertama ( masa neonatus).
Dilakukan tindakan operasi colostomy. Colostomy tidak boleh melewati 3   hari    setelah lahir, dikhawatirkan mengancam jiwa bayi tersebut.
Tindakan operatif bertujuan untuk pengalihan feses sementara dan untuk mengoreksi deformitas rectal.
Ada 2 tempat colostomy yang dianjurkan dipakai pada neonatus dan bayi yaitu transversum colostomy (colostomy di kolon transversum) dan sigmoidostomi (colostomy di colon sigmoid).
    b. Tahap ke dua ( usia 6-12 bulan ).
            Dilakukan tindakan operasi yang bersifat definitif dengan prinsip pengobatan operatif posterior sagital anorektoplasi (PSARP). Posisi anus yang tepat di daerah sfingter eksternus dan posisi anatomi usus pada penyangga puborektal.
Jadi ini tindakan PSARP tindakan membuat anus buatan atau tindakan memperbaiki anus dan rektum supaya dapat berfungsi sebagaimana layaknya.
    c. Tahap ke tiga

        Tindakan operatif tahap ketiga dilakukan minimal 3 bulan setelah PSARP. Tindakan pada tahap ini adalah untuk menutup colostomy tahap pertama (operasi penutupan colostomy).

0 komentar:

Posting Komentar